Sejarah Penamaan Pakuncen

Masjid Kuncen; Abadi Dalam Nama

PAKUNCEN - Terletak di Dusun Kuncen, Kelurahan Pakuncen, Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta. Masjid ini berada satu kompleks dengan pemakaman umum milik Pemkot Yogyakarta dan dimiliki sebagai aset Keraton Yogyakarta. Hingga saat ini belum ada keterangan yang secara jelas menginformasikan kapan waktu tepatnya masjid Kuncen dibangun.

 

Ukuran total Masjid Kuncen ialah memiliki luas 470 m², dengan ruang utama seluas 245 m². Pada sisi bagian timur laut masjid ini berdiri bangunan SD Muhamadiyah 2 Wirobrajan, Yoguakarta, yang telah ada sejak tahun 1968.

 

Berdasarkan tradisi lisan turun temurun sesepuh Dusun Kuncen, Masjid Kuncen ini merupakan salah satu Masjid kagungan Ndalem Kraton Yogyakarta. Masjid Kuncen konon dibangun hampir bersamaan dengan masa pembangunan Masjid Tawangsari, sebuah masjid di wilayah Nanggulan, Kulonprogo serta Masjid Gedhe di Kraton Yogyakarta. Bila kesaksian lisan tersebut benar, maka dapat diprediksi Masjid Kuncen ini dibangun pada tahun 1800-an atau pada akhir abad ke-19 Masehi.

 

Seperti masjid keraton pada umumnya, yang selalu melibatkan peran perawatan masyarakat sekitar, pun keberadaan Masjid Kuncen tidak terbebas dari eksistensi masyarakat Pakuncen. Salah satu abdi dalem yang dimakamkan di pemakaman Kuncen Lawas yang berada di sebelah Masjid Kuncen, dipercaya sebagai tokoh cikal bakal di Pakuncen namanya Nyai Ageng Derpoyudo. Menurut cerita masyarakat Pakuncen, Nyai Ageng Derpoyudo merupakan bibi dari Panembahan Senopati, Sutawijaya, pendiri Kerajaan Islam Mataram.

 

Pada Agresi militer Belanda II, Masjid Kuncen dijadikan basis perlindungan bagi warga yang berada di sekeliling area masjid, bahkan sempat ada salah satu pengungsi warga yang tertembak di dalam masjid sewaktu berlindung dari serangan tentara Belanda. Selain itu di pemakaman Pakuncen juga dimakamkan pahlawan nasional yakni makam Abdurrahman Sholeh, seorang pilot penerbang jenis evakuatif DC III yang ditembak jatuh tentara Belanda sewaktu mengangkut obat-obatan dari India. sekarang makam Abdurrahman Sholeh telah dipindahkan oleh pihak keturunan Abdurrahman Sholeh.

 

Sejarah Penamaan

Bisa dikatakan nama Masjid Kuncen merupakan identifikasi dari nama Dusun Pakuncen sendiri. Kemelekatan nama wilayah dengan sebuah bangunan bersejarah adalah fenomena yang wajar dan termasuk bagian dari studi toponimi. Akan tetapi, Masjid Kuncen memiliki dinamika penamaan yang agak berbeda dibandingkan masjid-masjid lawas Yogyakarta lainnya.

Dahulu ada salah satu tokoh agama bernama Imam Suja' yang memberi usul agar nama masjid diganti dengan nama Masjid Sulton II. Usul Imam Suja didasarkan pada sejarah berdirinya masjid yang merupakan milik kraton dan juga dikarenakan terdapat hubungan anyata masjid Kuncen dengan masjid Sulthon. Mengingat nama masjid di Tawangsari dinamai Sulthon, sehingga Imam Suja merasa perlu untuk mengidentifikasi Masjid Kuncen sebagai Masjid Sulthon II. Akan tetapi usulan tersebut tidak mendapat persetujuan dari tokoh agama di Pakuncen pada waktu itu, dengan alasan agar nama Dusun Kuncen tetap dikenang oleh masyarakat luas, salah satu caranya yakni dengan mengabdikannya menjadi nama masjid tersebut.(*)

 

Merawat Pasar Klithikan Pakuncen

 

PAKUNCEN - Pasar Klithikan Pakuncen menawarkan sebuah sistem kerja perdagangan yang unik dan menjanjikan, para calon pembeli harus tetap selektif dalan memilah dan memilih barang. Sebab ada kalanya barang yang dibeli luput belum diperbaiki oleh penjual secara sempurna sehingga terdapat beberapa kerusakan yang tentu saja akan membuat kecewa.

 

Hasil penulusuran tim media di Kelurahan Pakuncen, Senin (24/2/2020), terkat standar barang-barang bekas yang dijual di Pasar Klithikan Pakuncen tidak ada ketetapan yang jelas. Oleh karenanya sangat perlu bagi para calon pembeli untuk senantiasa mengetahui betul barang apa yang hendak dibeli. Setidaknya dari rumah sudah menyiapkan standar-standar barang tersendiri.

 

Peran Pemerintah Pakuncen sangat diperlukan bagi ekosistem jual beli barang bekas di Pakuncen agar selalu sehat dan tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan justru terjadi. Kebijakan pemerintah Pakuncen untuk mengawal dan memberi edukasi marketing barang bekas pada pedagang Pasar Klithikan tentu akan sangat berarti. (*) 

 

Berdaya dari Barang-Barang Bekas di Pasar Klithikan Pakuncen

PAKUNCEN - Bahkan barang berharga bisa berasal dari barang yang sudah tidak dihargai.

Singkatnya, barang bekas pun memiliki harga tertentu yang bisa membuat penjual barang

bekas menjadi berdaya. Tentu saja berdaya dalam hal ekonomi. Sirkulasi ekonomi yang

bersumber dari transaksi barang bekas tidak boleh dianggap sebelah mata. Sebab banyak

manfaat yang diperoleh dari barang bekas sekalipun, salag satu contohnya ialah Pasar

Klithikan, Pakuncen, yang telah cukup melegenda di telinga masyarakat Provinsi

Yogyakarta. Bahkan, Pasar Klithikan Pakuncen sudah terlanjur menjadi identitas khas dari

Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta.

Pasar Klithikan Pakuncen samlai saat ini terkenal sebagai surga dari barang bekas berharga di

wilayah Provinsi Yogyakarta. Tidak sedikit orang-orang dari kabupaten lain; Bantul, Sleman,

Gunung Kidul, dan Kulonprogo, berkunjung ke Pasar Klithikan Pakuncen sekadar untuk

menginvestasikan uang yang minimalis terhadap barang bekas yang dianggap masih

berharga.

 

Walaupun para pedagangnya terlanjur tersebar ke berbagai tempat yang sama menjajakan

barang bekasnya, tetap saja Pasar Klithikan konsisten menawarkan keunggulan barang bekas

berharga yang berkualitas bagi para pecinta barang bekas untuk berbelanja. Mulai dari barang

elektronik, aksesori, hingga onderdil kendaraan tersedia di Pasar Klithikan Pakuncen.

 

“Seiring waktu para pedagang tidak hanya menjajakan barang bekas tapi juga barang lawas di

Pasar Klithikan (Pakuncen) ini” Kata Hadi, seorang pedagang barang bekas berupa onderdil.

Berdasarkan penuturan Hadi, ternyata Pasar Klithikan Pakuncen sudah lebih dari bursa

barang bekas namun juga barang lawas. Maksudnya barang lawas ialah barang-barang antik

yang kebanyakan berasal dari masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sekilas,

memang di beberapa sisi Pasar Klithikan Pakuncen terdapat kios maupun lapak-lapak

pedagang yang menggelar dagangan berupa barang-barang antik. (*)